Maaf, Tidak Ada Kata-kata Manis di Hari Ulang Tahun Pernikahan Kita

Di tanggal 4 Januari 2017, hari ulang tahun pernikahan saya dan Jay Afrisando yang ke-3, saya ingin sekali menuliskan kata-kata yang manis untuk suami saya, tapi tidak bisa. Akhirnya saya mengucapkan, “Maaf ya. Tidak ada kata-kata manis di hari ulang tahun pernikahan kita”.

Kenapa tidak bisa? Mosok copywriter nulis kata-kata manis buat ulang tahun pernikahannya sendiri saja tidak bisa?

Nganu, karena saya merasa pernikahan kami tidak hanya manis, tapi kadang gurih, asam, ada pahitnya juga, dan kadang ada asem-asemnya gitu. Ada banyak hal yang sudah kami lewati selama tiga tahun ini. Naik dan turunnya kondisi kehidupan (…dan keuangan) pernah kami lalui, demikian juga dengan keputusan-keputusan berisiko yang pernah, sedang, atau akan kami ambil dalam pernikahan kami. Pindahan sebanyak 5 atau 6 kali, melakukan perjalanan-perjalanan yang tentu saja tidak 100% liburan, pekerjaan yang datang silih berganti, pertunjukan yang datang dan pergi, serta pertanyaan-pertanyaan yang sering menghantui, “bulan depan kita ngapain? ”.

Pernikahan kami juga bukan pernikahan yang romantis jika definisi romantis adalah makan malam di bawah cahya lilin atau taburan kata-kata manis. Pernikahan kami cukuplah dianggap pernikahan yang menyenangkan. Saya bisa dan boleh melakukan apa yang saya sukai (termasuk kerja dari rumah sambil ngiming-ngimingi masbos tentang Mamahrika, bikin video atau foto aneh-aneh, atau menulis iseng seperti ini) dan PakJay juga bebas melakukan apa yang dia sukai (duduk berjam-jam menulis komposisi, merekam suara-suara lucu di jalanan atau di sekitar rumah, dan juga tidur-tiduran aja di rumah. Oh iya, kami pun kadang-kadang masih melanjutkan tradisi lomba keset-kesetan (malas-malasan) di akhir pekan. Jika pasangan lain bisa saling menjabarkan rasa terima kasih kepada pasangannya, cukuplah bagi kami untuk mengucapkan, “terima kasih sudah memberi kesempatan aku untuk menjadi diriku”.

Terima kasih sudah memberi kesempatan aku untuk menjadi diriku

Sembilan tahun kami berteman menjadi waktu yang cukup untuk saling mengenal. Gaes, bahkan guweh tahu semua gebetannya PakJay waktu itu, gaes. Ya gimana ye kan, dulu pas masih era dedek-dedek, Jay mah curhatnya ama guweh. Milih tempat buat ketemuan sama gebetannya aja nanyanya ke guweh. Oya, ini berlaku juga sebaliknya sih. Ba-ha-ha-ha!

Persahabatan kami tidak pudar meski kami menikah. Bahkan kadang kala kami bertanya-tanya, “emang beneran kita udah menikah?” karena cara kami berkomunikasi, cara kami bercanda, cara kami ‘berantem’ urusan produksi karya, hingga cara kami ngeles siapa yang harus bayar apa saja masih sama. Kami baru sadar bahwa kami adalah suami-istri kalau ingat fakta bahwa kami tinggal bersama dan semua tagihan ditanggung bersama, dan kalian pada nanya, “kapan punya momongan?”. Makasih lho, gaes. Makasih. Nanti pertanyaan kalian guweh forward ke Gusti Allah.

Persahabatan kami tidak pudar meski kami menikah.

Saling menguatkan, saling mendukung, dan saling terbuka terhadap saran adalah hal yang ingin selalu kami pertahankan. Tiga tahun ini ada banyak hal yang bisa jadi bahan refleksi dan bahan belajar namun tidak sedikit juga hal-hal yang patut disyukuri. Apapun yang datang di masa yang akan datang nanti, semoga mampu kami hadapi dengan hati-hati.

Sekali lagi, maaf mas… Tidak ada kata-kata manis hari ini. Tapi aku Insya Allah tetap manis setiap hari #eaaaaaa

~~~PakJay: Nggak apa-apa. Aku juga nggak bisa berkata-kata manis. Kalau dipaksain nanti aku jadi jayus 😛

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s