Tahun ini adalah pertama kalinya saya dan Pak Jay berpuasa sebulan penuh di Minnesota. Dua tahun sebelumnya kami cuma seminggu puasa di Minnesota lalu mudik ke Jogja. Tahun ini agak beda karena masalah jadwal dan hal-hal lainnya (iya! Termasuk duit juga. hahaha)
Meskipun begitu, kami jadi punya pengalaman lain selama kurang lebih 29 hari berpuasa ini (dikurangi jadwal libur bulanan hehehehe). Pengalaman-pengalaman ini sepertinya bisa menjawab rasa penasaran beberapa teman yang sering bertanya tentang bagaimana rasanya berpuasa di Amerika. Saya rangkumkan berikut ini ya…
Durasi Puasa
Masalah durasi berpuasa ini yang paling sering ditanyakan. Mungkin karena durasi berpuasa di Indonesia cenderung sama, tidak terlalu terpengaruh puasa jatuh di bulan apa (paling beda hanya hitungan menit), sedangkan di negara sub-tropis dengan 4 musim, durasi puasa berubah tergantung musim.
Tahun ini puasa dimulai di akhir musim semi dan akan selesai di awal musim panas. Sehingga durasi puasanya makin lama akan makin panjang. Kalau di awal puasa kemarin sekitar 16,5 jam, nanti di akhir Ramadan durasinya akan sekitar 17,5 jam.
Jadi setiap hari ada perubahan gitu, imsyaknya makin awal dan buka puasanya makin malam. Sehingga buat yang nyetel alarm bangun sahur harus selalu siap ganti jam. Kalau di awal puasa kemarin bisa aja bangun jam 3:00, sekarang kami harus bangun sekitar jam 2:30 agar makannya tidak buru-buru.
Dengan durasi yang lebih lama apakah berarti lebih berat? Kalau masalah lebih berat atau tidak ini relatif tergantung orang per orang ya. Kalau menurut saya sih sama saja. Saya sering kali bayar hutang puasa di musim dingin yang durasi puasanya cuma 10 jam, tapi rasanya tidak jauh beda. Karena meski durasinya lebih pendek, tapi cuaca dingin bikin badan lebih cepat lapar. Hehehe
Salat Tarawih
Di Minnesota sini Alhamdulillah ada banyak masjid yang bisa didatangi untuk buka puasa bersama (takjilan) dan salat tarawih. Yang jadi tantangannya adalah karena waktu Isya dimulai sekitar jam 10 malam dan makin lama makin malam, jadi tarawih kadang baru selesai sekitar tengah malam dan akan makin mundur lagi makin lama.

Untuk yang tidak punya kendaraan pribadi seperti kami, jadi harus memastikan dulu jadwal bus kembali ke rumah atau sekalian memutuskan untuk tinggal di masjid saja sampai subuh. Ini mungkin akan jadi pilihan buat kami di akhir-akhir Ramadan. Sekalian I’tikaf kan lumayan. Siapa tahu ada makan sahur gratisan juga. (HALAH!!!)
Karena di Amerika ini orang datang dari berbagai penjuru dunia (termasuk Muslimnya juga), jadi orangnya macam-macam dan menjalankan ibadah dengan pedoman mahzab yang berbeda-beda juga. Empat mahzab ada semua deh di sini. Kalau di Indonesia kan mungkin cuma beda jumlah rakaat tarawih antara masjid Muhammadiyah dan NU. Di sini selain perbedaan jumlah rakaat juga perbedaan penempatan doa qunut juga.
Jujur saja ini menarik buat saya, karena biasanya di Jogja saya dan Pak Jay salat tarawih 8 rakaat (4-4) dan ditambah 3 rakaat witir dan tanpa doa qunut. Konfigurasi rakaat (eh bener gak sih istilahnya konfigurasi?) macem sepakbola 4-4-3 ini juga yang kami pakai kalau salat tarawih di rumah.
Nah tapi waktu ke masjid di Minnesota, beda masjid bisa beda tergantung imamnya aja. Pernah di satu masjid tarawihnya 8 rakaat (2-2-2-2) ditambah witir 3 rakaat (2-1) dengan doa qunut di rakaat terakhir, sebelum sujud.
Sedangkan waktu di masjid lain, tarawihnya 20 rakaat (2-2-2-2-2-2-2-2-2-2) dan witir 3 rakaat dengan 2x attahiyat dan doa qunut di rakaat terakhir sebelum rukuk.
Buat saya yang tidak terbiasa dengan doa qunut, jadi selalu waspada di rakaat terakhir agar tidak jadi jamaah auto-sujud atau auto-rukuk. HAHAHA
Hikmahnya adalah walaupun salatnya sambil ngantuk-ngantuk karena lewat tengah malam, tapi di rakaat terakhir jadi segar bugar karena waspada menjelang doa qunut itu tadi. Hehehe
Biasanya di salat tarawih ini bacaan suratnya 1 juz sampai 2 juz dalam satu rangkaian salat tarawih (baik yang 8 rakaat maupun 20 rakaat). Buat saya yang biasanya cuma baca surat-surat pendek di juz 30 doank (dih!), jadinya seneng. Apalagi bacaan imamnya bagus. Kadang-kadang sampai terharu rasanya.
Buka Bersama
Ramadan rasanya tidak lengkap tanpa ada bukber, ye kan? Bagaimana dengan di Minnesota? Ya ada juga. Tapi agak jarang bukber di rumah makan karena buka puasanya kan antara jam 20:30an sedangkan kebanyakan rumah makan tutup jam 21:00, hanya sedikit saja yang tutupnya jam 22:00. Sehingga kalau bukber di rumah makan jadi buru-buru gitu.
Tapi tentu saja tetap ada bukber misalnya di rumah salah satu teman di sini, atau bukber di masjid. Kalau bukber di masjid biasanya sekalian lanjut tarawih.
Setidaknya ada dua kali bukber yang menarik yang saya ikuti dalam 20 hari puasa ini. Yang pertama adalah Interfaith Iftar di Masjid Al Iman Minneapolis di minggu pertama puasa. Bukber ini selain dihadiri para Muslim juga dihadiri orang-orang yang beragama lain.
Nah sebelum mulai buka puasa, ada sesi tanya jawab. Pertanyaan yang diajukan sih seputar puasa dan seputar agama Islam, juga ada pertanyaan tentang haji dll. Setelah waktu berbuka puasa dimulai, kami berbuka puasa dengan kurma dan air minum lalu lanjut salat maghrib. Nah ini para hadirin yang non-Muslim bisa melihat bagaimana Muslim beribadah. Kemudian baru lanjut makan-makan.
Yang datang bukan cuma orang dewasa, tapi juga anak-anak. Lucu-lucu gitu. Sebagian dari mereka pakai kerudung. Walaupun tidak diharuskan pakai, tapi inisiatif datang dari mereka sendiri yang pakai kerudung.
Bukber yang menarik juga baru kemarin ini. Kami diundang untuk bukber di Masjid Hamza di Prior Lake, sekitar 45 menit naik mobil dari tempat kami tinggal. Komunitas Muslim di masjid ini adalah komunitas muslim dari Pakistan dan India. Mereka setiap akhir pekan mengundang komunitas Muslim dari negara lain untuk bukber dengan mereka. Kemarin itu, yang diundang adalah komunitas Pengajian Minnesota (isinya mayoritas orang Indonesia tapi juga ada yang dari Malaysia dan Singapura juga).

Masjid Hamza ini dulunya adalah gereja. Dari bentuk bangunannya sangat jelas terlihat kalau dulunya ini adalah gereja. Bangunan ini dibeli oleh komunitas Muslim Pakistan dan India untuk dijadikan masjid. Posisinya ada di tengah-tengah pemukiman di daerah suburb Minnesota. Alhamdulillah masyarakat sekitarnya menerima keberadaan masjid ini di sana.
Komunitas Muslim Pakistan dan India yang mengundang kami ini baik sekali. Bahkan mereka menyediakan makanan Indonesia selain tentunya makanan Pakistan/India. Kami buka puasa dengan bakwan dan juga ada menu nasi goreng dan mie goreng yang rasanya Indonesia banget!
Senang rasanya kenalan dengan Muslim lain di Minnesota yang datang dari berbagai negara dan juga yang orang tuanya datang dari negara lain tapi mereka lahir dan besar di Amerika.
Sahur
Karena saya tinggal di apartemen mahasiswa dengan aturan bahwa tidak boleh berisik di jam 22:00 – 07:00 maka menyiapkan sahur adalah sebuah tantangan bagi kreativitas memasak. Harus tetap memenuhi gizi tapi tidak boleh berisik. Hehehe
Saya biasanya tinggal memanaskan makanan yang sudah saya siapkan sebelum tidur atau bikin makanan yang gampang serta memastikan punya bahan-bahan makanan yang mudah diolah. Salah satunya, saya selalu sedia telur asin dan sambal pecel. Jadi tinggal rebus sayuran yang sudah dipotong-potong sebelumnya, tambah nasi, sambal pecel, dan telur asin. Beres!
Kadang saya masak sayur dan lauk sebelum tidur lalu tinggal panasin aja pakai microwave sebelum dimakan atau bisa juga bikin menu yang ditinggal terus udah mateng sendiri kayak gini.
Semua tergantung keadaan dan jadwal deadline kerjaan sih. Tapi Alhamdulillah sementara ini menu sahur masih terjaga dengan baik dengan komposisi lauk, sahur, buah dan tentu saja nasi!! Walaupun udah lama di Amerika tapi kalau tidak makan nasi kok ya rasanya tidak afdol ya? hahaha
Oh iya, tidak jarang juga kami sahur dengan menu “nget-ngetan” dari hasil membungkus makanan dari bukber. Rejeki anak sholeh dan sholehah ye kan? Pengiritan! Hehehe
Bagaimana Reaksi Orang Lain Terhadap Bulan Puasa
Di Amerika semua kegiatan berjalan seperti biasanya. Tidak ada perubahan jam sekolah atau jam kerja dan lain sebagianya. Tapi orang-orang di sini banyak yang juga memperhatikan masalah bulan Ramadan ini.
Tentang mahasiswa yang akan menempuh ujian akhir semester di bulan Ramadan ini juga sempat diangkat oleh salah satu koran lokal di sini. Selain itu masyarakat juga banyak yang memasang tulisan menyambut bulan Ramadan di depan rumahnya. Termasuk juga di depan salah satu gereja di Saint Paul, Minnesota.

Pak Jay masih seperti biasa, sibuk dengan kuliahnya dan mengajar mahasiswanya. Tidak ada bedanya. Bahkan lagi banyak project dan jadwal pentas. Tapi ada beberapa hal yang menurut saya lumayan mengharukan terkait dengan kegiatannya.
Salah satu profesornya selalu mengadakan makan-makan di akhir pertemuan kelasnya. Nah di akhir semester ini pas bulan Ramadan, jadi profesornya bertanya apakah teman-teman sekelasnya Pak Jay bersedia mengundurkan kelas jadi dimulai jam 21:00 agar Pak Jay bisa ikutan makan.
Pak Jay sih sebenarnya santai, tidak ikutan makan juga tidak masalah tapi malah profesornya dan teman-temannya yang lain yang ingin makan-makannya diundur ke jam setelah buka puasa saja. Jam 21:00 lho baru mulai kelasnya dan mereka bersedia.
Selain itu juga ada salah satu pentas yang durasinya sekitar 2 jam dan akan nabrak waktu buka puasa. Pak Jay mau minta agar bisa keluar dari area pentas sekitar 3 menit untuk membatalkan puasa lalu kembali lagi ke pentas. Eh malah teman-temannya yang lain sudah mengatur rundown pentasnya supaya Pak Jay bisa istirahat 15 menit untuk makan dan salat. Alhamdulillah.

Hal-hal seperti itu kayaknya cuma hal sepele, tapi menurut saya sih sudah cukup mengharukan. Menunjukkan kalau orang di sini menghargai orang lain yang sedang menjalankan ibadahnya.
Enak Mana? Puasa di Indonesia atau di Amerika?
Ngomongin enak mana, ini masalah selera ya jadinya. Hehehe
Kalau saya pribadi sih di Indonesia dan di Amerika sama-sama enaknya, cuma beda aja di mana bagian enaknya.
Di Indonesia, banyak hal diakomodasi di bulan puasa. Dari mulai jam sekolah atau jam kerja yang disesuaikan hingga ke hal-hal seperti mau buka puasa dan sahur banyak yang jual makanan. Gampang lah pokoknya.
Selain itu di Indonesia juga meriah. Toko-toko banyak menjual barang-barang bertema Ramadan, lagu-lagu Islami banyak diputar, juga program di TV dan radio yang disesuaikan dengan Ramadan.
Di Amerika, hal-hal seperti itu tidak ada. Jadi kalau mau dilihat dari satu sisi, Ramadan di sini tidak ada meriah-meriahnya. Tapi kalau dilihat di sisi lain, Ramadan di sini buat saya jadi lebih tenang dan fokus. Tidak terlalu terdistraksi dengan hal-hal yang sifatnya tren dan hingar-bingar, sehingga lebih fokus ke ibadah.
Kalau boleh dibilang sih jadinya Ramadan di sini meriahnya ada di masjid dan di hati aja. Rasanya seperti memasuki pengalaman berpuasa yang lebih kusyuk aja gitu kalau buat saya sih. Agak lebih berjarak dari masalah-masalah kurang penting yang kadang menghambat ibadah Ramadan.
Setidaknya itu yang saya rasakan. Namun ya namanya juga pengalaman ya, yang dirasakan satu orang dengan orang yang lain bisa saja berbeda. Pengalaman berpuasa di Minnesota dan di negara bagian lain bisa jadi juga berbeda walaupun masih sama-sama di satu negara Amerika Serikat.
Kalau kamu, bagaimana pengalaman Ramadan tahun ini? Semoga lancar ya ibadahnya dan kita semua termasuk orang-orang yang meraih kemenangan. AMIIN.