Ketika Tiga Minggu Di Rumah Saja: Apakah Saya Mulai Gila?

Sebelum saya mulai cerita tentang pengalaman saya tiga minggu di rumah saja, blas tidak ke mana-mana, saya ingin kilas balik ke awal Maret untuk sekadar memberi gambaran bagaimana begitu cepat keadaan berubah.

Sebelum Swakarantina

Awal Maret, sudah ada kasus Covid-19 di Amerika Serikat, tapi pemerintahnya masih santai. Orang-orang juga masih agak santai walaupun hand sanitizer sudah terpasang di banyak sudut kampus University of Minnesota.

Saya dan Pak Jay masih melakukan hal seperti biasa, tetap menjaga kebersihan dan kesehatan, dan ditambah mengurangi salaman dan tidak menyentuh benda-benda di tempat umum dengan tangan langsung. Walaupun masih belum bisa dihindari 100%.

Awal Maret itu kami masih nonton konser di kampus University of Minnesota. Beberapa hari kemudian, Pak Jay masih ada acara ketemuan di rumah temannya. Juga tidak lama kemudian kami berangkat ke Warrensburg, Missouri karena Pak Jay ada pentas di sana.

Selesai urusan di Warrensburg pun kami masih mampir transit satu malam di Kansas City dan satu hari Chicago untuk mengurus perpanjangan paspor Pak Jay di KJRI Chicago. Keadaan rasanya masih cukup santai, orang-orang masih ramai di tempat-tempat wisata.

Malam harinya, tanggal 10 Maret 2020, saya dan Pak Jay kembali ke Minnesota dari Chicago. Di dalam perjalanan, saya memanfaatkan wifi dalam bus untuk mengakses internet dan saya baru sadar bahwa di Chicago sudah dinyatakan status State of Emergency sejak tanggal 9 Maret 2020. “Eh tapi kok kayaknya orang masih banyak yang santai ya?” itu sih yang awalnya jadi pikiran saya.

Sampai di Minnesota, saya mulai cari tahu lebih banyak tentang kasus Covid-19 di Minnesota. Sekitar tanggal belasan Maret tersebut, jumlah kasus positif di Minnesota belum sampai 10 orang. Meskipun begitu, salah satu pasiennya tinggal di county tempat saya tinggal.

Kamis, 12 Maret 2020, adalah hari kami mendapatkan informasi dari para ulama dan imam masjid di Minnesota bahwa kegiatan shalat Jumat, pengajian, dan kegiatan-kegiatan lain di masjid ditiadakan sementara waktu. Kami mulai resah. “Serius ini kayaknya kalau sampai kayak gini nih!”

Jumat, 13 Maret 2020, adalah hari terakhir saya ke luar rumah. Waktu itu kami belanja karena memang selama pergi ke Warrensburg kami sengaja mengosongkan kulkas dan selama beberapa hari setelah sampai Minnesota, kami makan seadanya saja.

Kami belanja seperti biasa, seperti jadwal belanja dua mingguan kami. Tidak kepikiran menimbun apa-apa. Selain tidak ada tempat buat menyimpan timbunan belanja, juga karena tidak ada duitnya! HAHAHA

Jangankan panic buying, lihat saldo rekening aja udah panik duluan nih kayaknya. Hehehe.

Meskipun begitu, ada banyak rak kosong di toko. Sebuah pertanda bahwa orang belanja gila-gilaan tidak seperti biasanya

.Mungkin salah satu alasannya adalah di hari yang sama, pemerintah federal Amerika Serikat mengumumkan status National Emergency terkait pandemik ini. Mungkin jadi bikin orang belanja untuk mempersiapkan diri kalau-kalau diberlakukan lockdown kali ya?

 

Memulai #Swakarantina

Tanggal 14 Maret adalah hari pertama kami melakukan swakarantina. Alasan kami sederhana: persediaan makanan sudah aman sampai minimal 2 minggu ke depan dan jumlah pasien yang positif Covid-19 semakin banyak. Ada baiknya kami ngendon saja di rumah.

Saya dan Pak Jay sehari-hari memang anak rumahan. Kami biasa bekerja dari rumah, lebih tepatnya saya kerja dari atas kasur hehehe dan Pak Jay kerja dari meja makan. Dalam kondisi normal, biasanya selama seminggu sekitar tiga sampai empat kali Pak Jay ke kampus untuk kuliah maupun membuat komposisi di studio. Paling kami ke luar rumah berdua untuk jalan-jalan sore, selain itu ya banyak di rumah saja.

Sehingga swakarantina dan kegiatan di rumah saja ya mungkin tidak akan terlalu sulit untuk kami lakukan kayaknya sih. Terlebih karena di tanggal belasan Maret ini akhirnya seluruh kegiatan belajar-mengajar di University of Minnesota dilakukan secara daring (online).

Pagi hari biasanya setelah urusan rumah dan urusan pribadi kami (rebutan toilet, hahaha) selesai, kami olahraga bersama. Karena bahaya kalau mager di rumah saja tidak pakai gerak sama sekali. Nanti yang gerak cuma mulutnya aja. Badan bisa makin lebar deh. Hehehe.

Kami senam dengan instruktur dari Youtube aja nih, kami menyebutnya “Mbak Danielle”. Biar terkesan ikrib gitu sih. Halaaaahhhh….

Hanya sekitar 7 menit sehari saja. Lumayan ngos-ngosan juga sih tapi.

Setelah itu kami sarapan. Habis itu kerja masing-masing. Makan siang sambil nonton film di Netflix. Lalu main Halma atau sekadar duduk sambil lihat-lihat pemandangan dari balik jendela. Lalu kami akan makan malam, lalu lanjut kerja lagi sampai saatnya tidur.

Kegiatan kami kira-kira begitu aja sih sehari-hari, diselingi postang-posting di media sosial, eyel-eyelan sama netijen, ngrasani tanggane, dan lain-lain. Ups!

Bosen? Tidak terlalu sih. Karena biasanya juga kayak gitu juga kadang-kadang.

 

Ternyata Kami Semacam Termasuk ODP!!!

Tanggal 18 Maret 2020, atau di hari ke-5 kami melakukan swakarantina, kami mendapat kabar bahwa dua teman kami mengalami gejala Covid-19. Dua teman kami tersebut adalah orang yang bertemu dengan kami di awal Maret di acara konser yang sudah saya sebut sebelumnya di atas. Beberapa hari setelahnya pun acara ketemuannya Pak Jay ada di rumah mereka.

Kalau dihitung-hitung dengan masa inkubasi virusnya, bisa jadi kami bertemu dengan dua orang teman tersebut ketika mereka sudah terinfeksi namun belum menunjukkan gejala. Sehingga, kami adalah orang yang berkontak dengan orang yang mengalami gejala Covid-19, kalau di Indonesia, kami termasuk dalam daftar ODP.

Sejak hari itu, kami memutuskan bahwa kami bukan cuma swakarantina, tapi udah lockdown aja nih rumah saya!!

Kalau dihitung dari tanggal 18 Maret 2020 di mana kami sadar bahwa kami adalah semacam ODP, maka karantina wajib 2 minggu yang kami jalani sudah selesai tanggal 1 April 2020 kemarin. Meskipun demikian, kami tetap akan diam di rumah saja sampai pandemik ini lewat. Sampai kapan? Embuh! Pokmen tetap bertahan. Aku kudu kuat. Hehehe

 

Ini Bukan Keadaan Biasa

Akhirnya setelah tanggal 1 April kemarin kami sempat keluar dari unit apartemen kami untuk cuci baju. Iya! Hampir tiga minggu kami tidak cuci baju. Karena mesin cuci dan pengeringnya ada di ruang umum untuk seluruh penghuni gedung apartemen kami, jadi kami harus memastikan kami aman dulu sebelum mengakses tempat umum. Biar tidak membahayakan orang lain.

“Takut amat sih sama corona? Takut mati ya?”

Nganu sih, saya lebih khawatir kalau ternyata saya bawa virusnya tapi tidak menunjukkan gejala, terus saya nulari orang lain dan dia meninggal. Kalau hanya dengan rebahan saja di rumah saya bisa menyelamatkan orang lain ya kenapa tidak, ye kan?

….And whoever saves one life – it is as if he had saved mankind entirely…. (Al Maidah: 32)

Tiap orang punya keadaan masing-masing dan berusaha sebisa masing-masing. Nah! Saya tuh punya kesempatan buat di rumah saja, jadi ya kenapa tidak. Gitu sih saya mikirnya.

Meskipun demikian, keadaan ini memaksa saya untuk mengubah pola pikir saya. Ini bukan keadaan biasa. Saya mungkin biasa mager di rumah saja, tapi tidak pernah saya seminggu blas sama sekali tidak keluar rumah. Apalagi ini sudah 3 minggu saya tidak menginjakkan kaki di luar gedung apartemen kami.

Kalau Pak Jay sih sempat ke luar rumah karena ada urusan ke bank, bayar kontrakan, dan juga buang sampah. Setelah itu masuk dalam rumah langsung rempong ganti baju, mandi keramas, dll.

Keadaan ekonomi juga berubah. Semua pentasnya Pak Jay dari bulan Maret hingga Juli dibatalkan, yang berarti pemasukan berkurang hingga bulan Juli. Meskipun Alhamdulillah kemarin ada berita baik Pak Jay dapat grant, tapi untuk beberapa bulan ke depan kami harus hati-hati. Karena perjalanan ini masih panjang sampai benar-benar dinyatakan aman.

Satu hal yang pasti, karena belanjanya sekarang online, jadi harganya relatif lebih mahal. Belum ongkos pengantaran dan tip untuk pengantar. Pokmen nambah gitu lah. Saya sudah mulai berhemat dalam memasak.

Meskipun Pak Jay tidak terlalu sadar bahwa saya mulai ngirit masaknya, tapi akhirnya dia sadar juga karena biasanya kami belanja dua minggu sekali, ini baru tiga minggu kemudian saya belanja lagi kemarin. Oh iya, sebelumnya saya pernah bagikan ya tips belanja dan menyimpan makanan supaya awet selama swakarantina.

Saat ini kesimpulan yang saya punya adalah: ini bukan keadaan yang biasa. Jadi butuh adaptasi yang cukup luar biasa. Mulai dari fisik, psikologis, hingga keuangan. Semoga saja kita semua mampu bertahan hingga pandemik ini lewat. Amin.

 

Minnesota dalam Pandemik Corona

Keadaan di Amerika Serikat memang cukup mengkhawatirkan. Saat saya menulis ini, sudah ada 336.830 kasus positif Covid-19. Sebagian dari mereka, 17.977 orang sudah dinyatakan sembuh sedangkan 9.618 orang meninggal. Saya tidak bisa membayangkan 9.618 orang itu seberapa, jadi saya coba bayangkan kalau satu angkatan SMA itu sekitar 250 orang, maka angka kematian tersebut setara dengan 38 angkatan. Banyak banget!! Hiks…

Kasus terbanyak di Amerika Serikat ada di negara bagian New York. Di Minnesota kasusnya termasuk ke sedang menuju rendah. Tapi Gubernur Minnesota mengambil langkah preventif untuk mencegah keadaan makin parah di Minnesota.

Quote from Governor Tim Walz
Gubernur Minnesota, Tim Walz, mengibaratkan pandemik ini sebagai musim dingin. Tapi musim dingin yang belum pernah dirasakan sebelumnya oleh orang Minnesota. Jadi butuh usaha lebih untuk menghadapinya.

Keputusan yang paling dianggap “dramatis” adalah dengan ditetapkannya Stay at Home Order sejak tanggal 27 Maret 2020. Yang artinya bisnis yang tidak dianggap esensial wajib tutup. Bank, apotek, toko swalayan tetap buka. Restoran dan warung tetap buka namun hanya melayani delivery atau take away.

Orang-orang diwajibkan tinggal di rumah kecuali untuk keperluan esensial seperti membeli makan, ke apotek, ke rumah sakit, ke bank, dan yang sejenis. Orang boleh keluar rumah untuk sekadar jalan kaki di sekitar rumahnya, namun tidak boleh bergerombol. Jadi hanya boleh sendiri atau bersama keluarga/orang yang tinggal bersama.

Kendaraan umum masih jalan dan gratis ongkosnya tapi dengan pembatasan dan jaga jarak antar penumpang. Naik mobil pribadi juga boleh tapi duduknya terpisah depan dan belakang gitu. Sehingga kalau boleh dibilang jalanan di Minnesota jauh lebih sepi dari biasanya.

Kalau ngeyel gimaa? Kalau tidak mau ikut aturan ada denda $1000 ditambah kurungan penjara 90 hari menanti. Saya sih mending rebahan aja lah ya di rumah!

Kalau sekolah dan kampus sih sebagian besar sudah mengalihkan kegiatan belajar-mengajar online. Kantor-kantor juga menerapkan bekerja dari rumah. Meskipun begitu, pekerjaan-pekerjaan yang dianggap oleh pemerintah sebagai esensial, tetap berangkat kerja. Termasuk pekerja di toko swalayan.

Jika dilihat di media sosial, ada beberapa orang yang tidak setuju dengan kebijakan ini karena merasa toh kasus di Minnesota “tidak banyak”, padahal ya jumlah yang positif Covid-19 ada 935 kasus, dan 29 orang di antaranya meninggal. Kalau dibandingkan dengan negara bagian New York memang tidak ada apa-apanya. Tapi nyawa orang mah satu aja sangat berharga!

Saya sih setuju dengan langkah yang diambil oleh Gubernur Minnesota. Sebelum makin parah mending diketatin aja dulu. Mending disebelin orang di awal daripada menangis kemudian karena banyak korban.

Selain kebijakan stay at home order, Pak Gubernur juga bikin kebijakan bahwa anak kos, orang ngontrak, dan menyewa gedung tidak boleh diusir dari kos/kontrakannya walau telat bayar kontrakan maksimal 90 hari. Mempertimbangkan orang-orang terdampak secara ekonomi.

Awal-awal dulu saya sempat posting di media sosial bahwa biaya pengobatan penyakit Covid-19 ini mahal sekali di Amerika Serikat. Nah tapi kemarin ada berita baik dari Pak Gubernur Minnesota. Di Minnesota, pengobatannya gratis! Ini membuat orang tidak takut memeriksakan diri ketika mengalami gejala Covid-19, soalnya tidak perlu khawatir masalah biaya.

 

Apakah Saya Sudah Mulai Gila? HAHAHA

Beberapa hari yang lalu ada teman yang bertanya kabar. Sama Pak Jay dijawab sambil bercanda, “Terry mulai gila, joged-joged sendiri dia…” HAHAHA

Enggak kok. Alhamdulillah kami baik-baik saja. Alhamdulillah sehat jasmani dan rohani walau sempat batuk-pilek di awal-awal swakarantina dulu. Saya emang suka joged-joged kok, udah dari sananya. Apalagi kalau lagunya Didi Kempot. Eh?!!

Nah karena sedang dalam rangka physical distancing, jadi joged-jogednya sendiri. Besok kalau udah boleh kumpul-kumpul lagi, bisa joged-joged alias latihan nari bersama teman-teman yang lain. Tentu saja tambah makan-makan.

Until then, we need to be strong!

Selain itu juga ngobrol online dengan keluarga dan para sahabat dekat juga lumayan bisa memberi semangat selama diam di rumah. Setidaknya kita tidak merasa sendirian. Hehehe

Kapan Kita Ke Mana
Ngobrol bareng teman-teman “Kapan Kita Ke Mana” yang saat ini tidak ke mana-mana karena corona!

Saya sadar bahwa saat ini salah satu yang pasti adalah ketidakpastian. Ketidakpastian kapan semua ini berlalu, ketidakpastian apakah Ramadhan tahun ini bisa tarawih dan I’tikaf di masjid, ketidakpastian apakah bisa berkumpul dengan teman-teman lagi di hari lebaran, ketidakpastian juga apakah semua akan kembali sama seperti sedia kala setelah semua ini berakhir.

Tapi kita tidak boleh menyerah. Ikhtiar kudu jalan terus dan dibarengi dengan tawakal. Berusaha sebaik mungkin supaya kita terhindar dari bahaya dan membantu sebisa kita supaya wabah ini segera berlalu. Jangan ngeyel dan jangan menyepelekan. Seraya tidak lupa berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Semoga keadaan ini menjadi kesempatan buat kita untuk menjadi lebih sabar dan bijaksana. Amin…

2 Comments Add yours

  1. @nurulrahma says:

    Kalau tidak mau ikut aturan ada denda $1000 ditambah kurungan penjara 90 hari menanti.

    Wiiih! Tegesss banget ini ya Mba. Kebayang kalo aturan semacam ini diterapkan juga di IND. Bakal kayak gimana.

    Semoga kita semua sehaaattt dan survive ya Mbaaaa

    Like

  2. Hahaha sama mbak, keadaan di Jakarta dgn kondisi Pembatasan sosial berskala besar (beda tipis dgn lock down) dan sudah 1 bulan wfh membuatku hampir gila. Tulisan mba cukup menghibur

    Like

Leave a comment