14 Hari Pertama adalah Kuntji!

Yap! Betul. Empat belas hari pertama kami di Minnesota adalah kunci dari semuanya. Kenapa? Karena 14 hari ini adalah hari paling penting dalam ketahanan nasyonal dompet kami. Kami berangkat ke Minnesota dengan modal nekat dan sepatu yang jebol di jalan. Tabungan kami sudah banyak terkuras untuk mempersiapkan keberangkatan dan membayar deposit sewa on-campus housing yang baru bisa ditempati akhir bulan Oktober. Walau baru bisa ditempati dua bulan setelah kedatangan kami di Amerika, tapi bayarnya tetap harus dilakukan sebelum berangkat. Kan pegang kepala ye kan?

Iya, betul. PakJay dapat beasiswa tapi bukan berarti bisa tenang-tenang begitu saja, terlebih lagi karena biaya visa, tiket, dan asuransi saya harus bayar sendiri. Kami berangkat ke Amerika berbekal uang yang tidak seberapa dan berbekal kebaikan Gusti Allah melalui perantara teman-teman kami dengan harapan tertumpu pada uang transferan beasiswa Pak Jay yang butuh sekitar 10 hari kerja (atau 14 hari totalnya) sampai bisa diterima di rekening karena memang ada proses  verifikasi dll. Jadi ya begitu, totalnya sekitar 14 hari pertama kami harus melakukan kegiatan survival 😛

Sampai di Minnesota, kami dijemput oleh dosen pembimbing akademiknya PakJay. Setelah ditraktir makan dan putar-putar sekitar kampus, kami diantarkan ke rumah Brian, tempat kami tinggal sementara. Kami melakukan pemesanan melalui Airbnb untuk mencari tempat tinggal sementara, hanya untuk empat hari saja. Iya. Karena uang kami tidak cukup banyak untuk memesan kamar Airbnb lebih dari itu. Bahkan sebagian dari uang sewa empat hari ini kami dipinjami teman.

Wajar kalau saya cemas tingkat dewa karena selalu dihantui pikiran bahwa setelah nanti empat hari berlalu, akan ke mana kami? Nick, teman baru kami, menawarkan diri untuk mencarikan tempat tinggal sementara untuk kami dan bersedia membantu membayarkan depositnya dulu (sistem sewa di Amerika biasanya mensyaratkan biaya deposit setara sewa sebulan atau bisa kurang). Namun demikian, berarti kami masih harus membayar biaya sewa 1 bulannya. Bearti kami harus sangat berhemat dan makan Indomie atau energen setiap hari, karena sudah tersedia di koper. Beruntung kami ditraktir makan beberapa kali oleh teman dan ternyata Brian mempersilakan kami untuk memanfaatkan hasil kebunnya untuk kami konsumsi. Sungguh sesuatu yang melegakan.

Orang-orang yang kenal kami semua berusaha membantu dengan mencarikan tempat tinggal sebelum kami jadi tuna wisma beneran. Kan syedih ye kan? Tapi jujur saja kami merasa dilema. Tidak enak tinggal menumpang, tapi juga tidak punya cukup uang untuk menyewa tempat tinggal. Galau.

Tapi pertolongan Gusti Allah memang tidak pernah terlambat. Sebelum empat hari berakhir, waktu kami makan malam bersama (saya masak soto untuk PakJay dan Brian), Brian menawarkan kami tinggal di rumahnya sampai Oktober dan dia kasih diskon. Senang rasanya. Tapi saya harus jujur padanya bahwa kami tidak punya uang sebelum ada trasferan dari pihak pemberi beasiswa dan itu kemungkinan besar baru akan terjadi akhir Agustus atau bahkan awal September.

Brian bilang bahwa dia senang kami tinggal di rumahnya dan dia minta kami tidak perlu khawatir dengan masalah uang sewa karena kami boleh menunda bayar sewa sampai uang beasiswanya turun. Rasanya saya mau melorot ke kolong meja makan dan sujud syukur karena pertolongan ini. Bagaimana tidak, fasilitas di rumahnya sangat lengkap, termasuk mesin cuci, dapur dengan alat yang hampir sama lengkapnya dengan dapurnya Masterchef (Serius! Bahkan dia punya alat  elektrik buat masak telur dan segala alat yang bikin kami melongo), dan kebun yang penuh sayuran segar.

Selain itu kami juga banyak dibantu oleh Alex teman-temannya, termasuk AJ (seorang tokoh muslim di Minnesota), juga Ibu Evelyn (WNI yang sudah lama tinggal di Minnesota) serta ibu-ibu dan bapak-bapak #Indonesiadiaspora di Minnesota. Beliau-beliau ini meminjami kami uang untuk bertahan hidup sementara. Saya sampai bercanda, “wah ada gerakan koin untuk Jay di Minnesota”. Iya. Bercanda melas. Karena memang keadaannya semelas itu. #halah

Mungkin benar apa yang dibilang PakJay, Gusti Allah itu kalau bikin itinerary udah sepaket sama fasilitasnya. Dan bila DIA bekehendak kami sampai sini, pasti sepaket sama bantuannya. Cuma perlu berusaha dan berserah diri.

 

When life gives you lemon, God prepares you with friends who know how to bake lemon cake.   

 

 

6 Comments Add yours

  1. rismi says:

    Rumahnya kereen

    Like

    1. @tey_saja says:

      Iya. Jadi pingin bikin rumah kayak gitu ya? 😁

      Like

  2. silvianapple says:

    Insya Allah pasti survive disana mba Tey. Kangen dah pengen ketemu kayak di Asean Blogger lagi. Haha

    Like

    1. @tey_saja says:

      Amin… Matur nuwun ya.
      Ayo ke sini. Reunian di sini 😁

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s