Walaupun agak tertunda lama, ini artikel terakhir dari seri cerita kunjungan kami di Inggris bulan lalu. Setelah menjalankan misi utama belajar di konferensi Aural Diversity di University of Leicester, kami melanjutkan perjalanan ke Manchester untuk bersilaturahmi dengan teman lama kami, Azvin.
Kami naik kereta dari kota Leicester ke Manchester dengan transit di Birmingham. Lagi-lagi hanya mampir transit saja di Birmingham seperti ketika kami waktu habis berkunjung ke Bath dan melanjutkan perjalanan ke Leicester.

Kira-kira total perjalanannya 56 menit dari Leicester ke Birmingham naik kereta. Sesampainya kami di kota Manchester, kami langsung belajar satu hal baru!
Ternyata, di Manchester ini kalau mau naik bus, harus melambaikan tangan dulu walaupun sudah ada di halte bus yang benar. Bus tidak akan berhenti kalau tidak dalam rangka menurunkan penumpang atau ada calon penumpang yang melambaikan tangan. Agak beda dari kota lain yang kami kunjungi sebelumnya. Malah lebih mirip di Indonesia ya? Hehehe
Kami baru tahu hal ini setelah dua kali terlewati bus yang ingin kami naiki dan ibu-ibu di dekat kami akhirnya sadar kesalahan kami. Si ibu dengan iba memberitahu kalau kami harus melambaikan tangan dulu supaya busnya mau berhenti. Reaksi kami antara sebel, geli, dan malu sendiri. Hahaha
Berhubung bus selanjutnya masih agak lama, kami memutuskan untuk jalan kaki saja ke tempat tinggal Azvin, toh hanya 20 menit saja. Kebetulan cuacanya juga mendukung. Tidak terlalu panas, tapi juga tidak hujan. Hanya mendung-mendung sendu aja gitu.
Sampai di rumah Azvin, kami langsung disambut dengan hangat dan langsung cerita ngalor-ngidul tentang banyak hal sambil makan siang dengan menu gulai ayam masakan Dea, istrinya Azvin. Maklum, sudah lama tidak bertemu jadi rasanya seperti ingin cerita terus dan terus tidak pakai berhenti. Hehehe
Mengunjungi Old Trafford
Tapi sebelum hari mulai gelap, saya dan Pak Jay memutuskan untuk jalan-jalan santai di Manchester. Kami mengunjungi Old Trafford Stadium dan Etihad Stadium tempat bermukimnya klub sepak bola Manchester United dan Manchester City.
Ini kalau diibaratkan di Jogja tuh seperti habis dari Stadion Mandala Krida lalu ke Stadion Maguwoharjo gitu lah. Dari satu stadion ke stadion lain. Hehhee
Saya dan Pak Jay sebetulnya bukan pendukung setia dua klub sepak bola tersebut, tapi mumpung di Manchester kan ya? Kenapa tidak mengunjungi tempat-tempat yang sebelumnya hanya bisa kami dengar namanya dan hanya kami lihat di layar TV saja. Selain itu juga karena salah satu sahabat kami, Kak Prim, adalah penggemar klub sepak bola ini. Jadi kami bisa “ngiming-ngimingi” beliaunya. HAHAHA
Mungkin karena sudah terlalu sore, dan hampir gelap, jadi tidak banyak turis yang mengunjungi Old Trafford ketika kami sampai di sana. Tapi setidaknya ada serombongan pengunjung dari Indonesia.
Dari mana saya tahu kalau itu orang Indonesia? Soalnya tanpa sengaja saya mendengar percakapan mereka dan ada kata loe, gue, bentaran, dll. Hehehe

Kami foto-foto di area luar stadion yang banyak tulisannya “Old Trafford” atau “Manchester United” dan juga berfoto di dekat patung Sir Alex Ferguson, tokoh kebanggaan Manchester United.
Selain itu, kami juga masuk ke dalam stadion, tapi hanya di area dekat Red Café dan Museum saja. Soalnya masih harus mengejar waktu agak tidak kemalaman sampai Etihad Stadium-nya.
Di depan museum Manchester United (yang lokasinya ada di dalam gedung stadion Old Trafford) ada mesin yang mengubah koin 1 pence (sekitar Rp 1.780) menjadi koin dengan gambar pemain legendaris MU.
Pak Jay pun mencoba dan memilih gambar Ryan Giggs, yang ternyata adalah salah satu pemain sepak bola favoritnya. Untuk “jasa” pembuatan koin ini adalah £ 1 (Rp 17.800). Ya lumayan lah untuk sekadar cinderamata.

Lanjut ke Etihad Stadium
Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Etihad Stadium. Kira-kira sekitar satu jam perjalanan dengan naik bus dari Old Trafford Stadium.
Kunjungan kami ini sebenarnya lebih untuk memenuhi permintaan salah satu keponakan saya yang merupakan penggemar berat klub sepak bola ini. Agar saya bisa mengirimkan banyak foto ke ponakan saya itu, saya dan Pak Jay mengambil banyak foto di area depan Etihad Stadium.
Setelah puas foto-foto dan setelah mendapatkan balasan berupa rasa senang dari keponakan, akhirnya kami kembali dari Etihad Stadium menuju tempat tinggal Azvin. Setidaknya aku sudah memenuhi jalan ninjaku menjadi budhe yang baik. HAHAHA
Di tengah perjalanan menuju tempat tinggal Azvin, di mana kami menginap selama di Manchester, kami mampir di area Piccadily Garden
Sedang ada banyak lampu-lampu hias di sana karena waktunya mendekati Natal dan Tahun Baru. Di sekitarnya juga ada semacam pasar malam dengan banyak penjual makanan di menjajakan dagangannya. Lumayan murah dan banyak yang halal juga!
Ke Kota Liverpool Demi Bapak
Di hari kedua di Manchester, kami sebenarnya masih ingin jalan-jalan di sekitar kota ini. Tapi karena Bapak ingin saya foto di depan Anfield Stadium, ya apa boleh buat! Pagi itu kami memutuskan untuk menuju kota Liverpool.
Sambil jalan dari tempat tinggal Azvin ke terminal bus di tengah kota Manchester, kami mampir ke Sackville Park yang di lokasi tersebut ada patungnya Alan Turing, tokoh pionir komputer modern. Kami mampir sekitar 15 menit selain untuk foto-foto juga untuk menikmati udara pagi kota Manchester hari itu.

Kami naik bus dari Manchester ke Liverpool selama sekitar 1 jam dan dengan tiket yang menurut saya murah bianget dibandingkan perjalanan-perjalanan kami lainnya di Inggris. Hanya £ 8.2 atau sekitar Rp 146.000 untuk berdua, perjalanan PP Manchester-Liverpool. Ini kayak naik bus dalam kota aja ongkosnya.
Bapak saya adalah penggemar Liverpool dan beliau ingin saya foto di depan stadion kebanggaan Liverpool mewakili beliau. His wish is my command. Hehehe
Sehingga tanpa banyak cing-cong kami langsung menuju Anfield dan mengambil foto sebanyak mungkin dan mengirimkannya ke Bapak. Hehehe
Kami juga mengunjungi toko cinderamata yang ada di samping stadion. Ada banyak sekali cinderamata dengan logo Liverpool di sana.
Mulai dari yang biasa kita tahu seperti kaos jersey, syal, dan topi hingga yang menurut saya agak lebay: tisu! Iya, serius. Ada juga tisu dengan logo Liverpool. Hahaha

Rasanya ingin beli semua cinderamata yang ada buat Bapak, tapi karena keterbatasan bagasi yang bisa kami bawa (soalnya kami tidak pesan checked baggage, hanya mengandalkan cabin baggage saja), jadi kami hanya membeli beberapa item cinderamata saja. Juga karena duitnya terbatas sih ya (ini alasan paling utama!). HAHAHA
Menyusuri Canning Dock
Setelah dari Anfield Stadium, kami menuju Canning Dock karena menurut hasil googling, di situ banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi.
Jalan-jalan di pinggiran dermaga ini saja sudah sangat menyenangkan bagi kami. Merasakan tiupan angin laut di wajah kami rasanya segar sekali. Mohon maklum, di Minnesota itu jauh dari laut. Jadi ya rindu juga dengan angin laut. Hehehe
Ada banyak hal menarik di area ini. Selain hiburan-hiburan merakyat dan jajanan-jajanan yang disajikan oleh beberapa food trucks, juga bangku-bangku tempat kita bisa duduk-duduk santai di pinggir teluk.
Merseyside Maritime Museum
Awalnya kami tertarik dengan patung berbentuk jangkar yang ada di depan museum ini dan berfoto di sana. Nah terus pas lihat ternyata bisa mengunjungi museumnya dengan gratis, kenapa tidak! Kami pecinta gratisan. AHAHAA

Di museum ini kami membaca beberapa sejarah kemaritiman di Inggris (jadi bukan cuma Liverpool saja). Juga termasuk sejarah mengapa Amerika Serikat akhirnya berpartisipasi dalam Perang Dunia I setelah salah satu kapal komersial Inggris tenggelam karena ditembak kapal selam Jerman, dan di dalam kapal komersial tersebut ada 128 orang Amerika.
Sebagai alumnus jurusan American Studies, saya nambahin info ke Pak Jay. Kalau sebenarnya emang presidennya Amerika sudah pingin ikutan perang sejak lama tapi belum dibolehin sama DPR karena alasannya kurang kuat. Nah terus karena ada lebih dari seratus orang Amerika yang meninggal karena kasus penembakan kapal tersebut, jadi deh DPR-nya Amerika setuju negara Amerika Serikat ikut Perang Dunia II.
Kunjungan kami di museum ini akhirnya jadi perbincangan panjang terkait dengan sejarah, politik, dan ekonomi. Saya bukan orang yang hobi membicarakan tema-tema tersebut di atas, tapi kalau ada yang mulai, saya pasti jadi panjang dan lebar ngomongnya. Hehehe
Mengunjungi museum ini juga membuat kami mengingat almarhum Papanya Pak Jay, seorang pelaut. Aku jadi kepikiran kalau anak kami nanti bisa dengan jujur nyanyi, “nenek moyangku seorang pelaut…”. Soalnya kalau dari keluargaku jatuhnya jadi, “nenek moyangku orang pedagang dan pembangunan…”
Museum of Liverpool
Tidak jauh dari Merseyside Maritime Museum, ada museum yang jadi incarannya Pak Jay buat dikunjungi: Museum of Liverpool. Di museum ini dipamerkan sejarah kota Liverpool sebagai kota pelabuhan. Mulai dari era zaman dulu, habis perang dunia, hingga zaman sekarang.

Kalau dari brosurnya sih ya, ada lebih dari 6.000 objek yang dipamerkan di museum ini, yang menggambarkan ratusan tahun perjalanan dan perkembangan kota ini dari saat kota ini didirikan tahun 1207 oleh King John.
Di museum ini juga dipamerkan Liver Bird, burung yang jadi lambang kota Liverpool ini (dan juga mascot Liverpool FC). Jadi Liver Bird ini sebenarnya burung mitos, burung yang aslinya tidak ada (bukan jadi-jadian lho ya maksudnya!). Tapi adalah perpaduan dari berbagai macam burung termasuk Pheonix (burung dalam mitos Yunani), burung Cormorant, dll.
Menikmati Sore di Pinggir Teluk Liverpool

Setelah cukup gempor berkeliling Museum of Liverpool, kami makan siang (yang telat) di sekitar Royal Albert Dock. Lumayan sambil mengistirahatkan kaki dan mengisi perut.
Sebenarnya kami masih ingin berkeliling-keliling lagi. Di sekitar lokasi tersebut juga ada Tate Liverpool dan The Beatles Story (museumnya grup musik Beatles), tapi sayangnya waktu kami terbatas karena jam 16:00 harus kembali ke terminal bus untuk kembali ke Manchester.
Desember lalu jam 16:00 sudah lumayan menuju gelap ya karena sudah memasuki musim dingin.

Jadi kami memutuskan untuk sekadar lewat depannya Tate Liverpool dan The Beatles Story kemudian menghabiskan waktu senja-senjaan di bangku-bangku teluk Liverpool. Kami ini semacam traveler santai sih. Jadi tidak terlalu ambisius dan cenderung lemah terhadap kesempatan pacaran senja-senjaan. Sehingga akhirnya kami memilih menghabiskan sore itu duduk berdua sambil ngobrolin banyak hal di pinggiran teluk Liverpool.
Malam Terakhir di Manchester
Setelah puas menikmati senja di Liverpool, kami kembali ke terminal bus yang sebenarnya hanya sekitar 10-15 menit jalan dari Royal Albert Dock. Pas sampai di terminal, pas langsung masuk bus.
Selama di Inggris dan naik bus antarkota bernama National Express ini selalu tepat waktu keberangkatannya. Bahkan sampai ke menit-menitnya. Jadi jangan sampai telat, karena bisa ketinggalan bus.
Sekitar satu jam kemudian kami sampai di Manchester. Ini malam terakhir kami di Manchester. Masih banyak tempat yang belum dikunjungi, tapi ya tidak apa-apa. Mungkin lain kali dapat rejeki lagi ke sini. Amin!

Di malam terakhir itu kami foto-foto di jalanan kota Manchester. Asal ada yang menarik sedikit aja kami fotoin. Ya persis kayak turis gitu lah. Ya emang iya sih! HAHAHA
Lalu kami juga mampir ke pasar malam di area Albert Square. Ada banyak makanan dan pernak-pernik dijual. Bingung juga ya mau beli apa? Akhirnya kami beli kue cokelat aja.

Keesokan harinya kami berpamitan kepada Azvin dan Dea yang telah dengan baik hati bersedia kami tumpangi selama kami jalan-jalan di Manchester dan Liverpool.
Terima kasih banyak juga sudah bersedia dirusuhin dapurnya, mesin cucinya, mesin pengeringnya, dan setrikanya. Terima kasih banyak!! Lain kali gantian ya main-main ke Minnesota yaaaaa….

Kemudian kami melanjutkan perjalanan kami naik bus kembali ke London karena di dua hari berikutnya kami akan menyudahi perjalanan kami di Inggris dan kembali ke Amerika Serikat.
Berhubung ini adalah artikel blog terakhir dari seri kunjungan kami selama 13 hari di Inggris, jadi sekalian saya mau mengucapkan terima kasih kepada University of Leicester yang telah mensponsori sebagian perjalanan kami (eh mensponsori Pak Jay dink ya sebenarnya).
Juga terima kasih kepada University of Minnesota, terutama profesornya Pak Jay, yang sudah ikut membantu kami biar bisa dapat visa Inggris dengan menuliskan surat rekomendasi.
Jadi ya memang gitu sih gaes. Sejak menikah tahun 2014 hingga sekarang, saya dan Pak Jay hampir tidak pernah jalan-jalan yang murni jalan-jalan. Selalu aja ada urusan pekerjaan, pentas, workshop, konferensi dan lain-lain. Yang benar-benar cuma jalan-jalan dan kulineran hanyalah kalau ke Sumatera Barat. Fix kalau itu sih. HAHAHA