Setelah sebelumnya jalan-jalan di London, kami menuju Bath. Kami naik bus dari London menuju Bristol, kira-kira 1,5 jam perjalanan. Tidak terlalu jauh.
Tujuan utama kami ke Bristol sih mau ketemu Amira, “keponakan” yang cemiwel luar biasa. Tapi selain itu juga buat jalan-jalan tentunya.
Jalan-jalan Sore di Bristol
Kami sampai di Bristol sekitar tengah hari lalu menuju apartemennya Adhie dan Pingkan lalu makan siang dengan menu masakan rasa Indonesia yang lezat dan bikin semangat. Setelah itu kami jalan-jalan di area sekitar.
Gedung-gedung di kota Bristol mengingatkan kami kepada suasana di kota Red Wing atau Stillwater di Minnesota, klasik dan menarik.
Sore itu kami mengunjungi Castle Park, sebuah taman yang di areanya terdapat reruntuhan gereja tua, St Peter’s Church. Saat ini sedang dilakukan restorasi untuk membangun kembali gerejanya.
Dari jauh sih kelihatannya kayak kastil biasa gitu sih, baru setelah mendekat jadi tahu kalau sebenarnya ini adalah gereja.
Dari situ kami melanjutkan perjalanan ke pinggiran sungai, atau yang disebut daerah Harbourside. Di sana ada kapal-kapal yang sedang parkir, juga restoran-restoran di pinggirannya. Menikmati sore di tempat ini rasanya syahdu gitu sih. Apalagi berduaan, kesempatan buat pacaran hehehe.
Karena saya suka dengan suara gemericik air, saya tertarik dengan suara air yang melewati tangga yang ada di sana. Rasanya pingin naik turun tangga ini sambil kekeceh ya? HAHAHA. Aku ndeso banget deh!
Hari itu kami akhiri dengan makan malam di luar. Di luar dugaan juga sih Pak Jay lagi pingin makan makanan Amerika berupa ayam KFC hahaha! Ya tidak apa-apa. Mumpung ada KFC halal juga.
Walaupun setelah itu untuk mengurangi rasa bersalah, kami beli buah agak banyak. Selain juga buat camilan.
Kami suka makan buah dan walaupun dalam perjalanan selalu tidak lupa membeli buah. Selain buat camilan juga buat penghapus rasa bersalah kalau habis jajan-jajan sembarangan. Hehehe
Bath: bukan cuma cantik tapi juga inspiratif
Hari kedua kami di Bristol kami bangun pagi dengan semangat ’45 akan pergi ke Bath. Sebuah kota yang bisa dijangkau dengan kereta dari Bath hanya dalam waktu kira-kira 15 menit. Menurut salah satu orang Inggris kenalan kami, Bath ini cantik banget. Jadi kami harus ke sana.
Ternyata tidak berlebihan! Kotanya memang cantik. Bangunan-bangunannya klasik dan menarik. Salah satu yang paling terkenal adalah Pulteney Bridge. Waktu kami ke sana, ada bus pariwisata yang sedang parkir dan para penumpangnya mengambil foto di area ini.
Saya dan Pak Jay pun menikmati waktu kami di sini. Saya menikmati gemericik air dan Pak Jay tertarik untuk mengamati burung-burung yang terbang di atas kami.
Meskipun di Minnesota sudah tertutup salju, tapi di Inggris masih belum selesai rupanya musim gugurnya. Sehingga daun-daun menguning dan berguguran masih ada di Bath dan menambah cantiknya kota ini.
Selain cantik, kota ini juga inspiratif. Salah satu buktinya adalah karya-karya Jane Austen yang banyak terinspirasi oleh kota ini.
Kami menyempatkan diri untuk mengunjungi Jane Austen Museum yang lokasinya ada di salah satu rumah yang dulu pernah ditinggali oleh Jane Austen. Rasanya seperti “umrah” buat anak jurusan Sastra Inggris seperti saya, kalau “haji”-nya di rumahnya Charles Dickens di London. Hehhee
Di museum ini saya bisa mengenal lebih dekat tentang salah satu penulis favorit saya ini. Tentang latar belakangnya, inspirasinya, dan juga kehidupannya. Di museum ini kami juga punya kesempatan untuk foto dengan kostum seperti baju yang dikenakan oleh Jane Austen dan orang-orang Inggris di zaman itu.
Untuk pinjam kostum tersebut tidak dikenakan biaya tambahan, sudah jadi satu paket dengan tiket masuk museumnya yang seharga £12 untuk umum dan £9.50 untuk pelajar/mahasiswa dengan menunjukkan kartu pelajar atau mahasiswa.
Selain foto dengan kostum ala Jane Austen, saya juga mencoba untuk menulis dengan pena bulu angsa. Eh susah ya ternyata!! Tidak semudah yang saya bayangkan. Lebih gampang pakai pulpen banget sih. Hehehe
Selain itu, saya juga foto dengan Martin Salter yang disebut-sebut sebagai laki-laki di Inggris yang paling banyak difoto.
Wajahnya klasik banget! Dia masih memelihara jenggot dengan model zaman dahulu ala-ala zamannya Jane Austen masih hidup dulu.

Oh iya, buat penggemarnya Jane Austen, mungkin bisa diagendakan untuk datang ke Jane Austen Festival yang diselenggarakan tiap tahunnya di pertengahan bulan September. Di festival itu orang-orang berpakaian dan berkegiatan seolah-olah mereka hidup di zaman abad 18-an, seperti di cerita-cerita karya Jane Austen.
Saya sih kalau suatu hari diberi rejeki untuk ke Inggris lagi, pinginnya dipasin waktu festival ini supaya bisa dapat kesempatan buat ikutan festivalnya. Semoga bisa ya kapan-kapan. Amin!
Makan siang di Kantor Cookpad UK
Meskipun belum puas-puas amat mengunjungi Bath, sehingga pingin kapan-kapan balik lagi, kami harus segera kembali ke Bristol karena sudah ada rencana lain, yaitu berkunjung ke kantor Cookpad UK. Kami kembali ke Bristol dari Bath dengan rute kereta yang sama. Hanya sekitar 15 menit saja.
Di sana kami tidak sengaja malah sempat ngobrol-ngobrol dengan Aki Sano, pendiri Cookpad. Tapi yang diomongin malah bukan masalah makanan atau masak-masak, malah ngomongin musik dan karyanya Pak Jay. Hehehe
Kebetulan pertamanya sampai sana pas waktu makan siang. Kebetulan keduanya kok ya pas ada Indonesian Feast, makan-makan masakan Indonesia, yang masak Koh Andi. Alhamdulillah…rejeki anak bangsa Indonesia, ye kan? Hehehe..
Kunjungan kami ke kantor Cookpad UK ini menambah daftar perusahaan berbasis IT yang pernah kami kunjungi selain kantor Google dan Pinterest di Silicon Valley beberapa bulan yang lalu.
Clifton Suspension Bridge & Clifton Observatory
Setelah kenyang makan siang di kantor Cookpad UK, kami melanjutkan jalan-jalan di Bristol. Karena saya selalu suka dengan jembatan, kami memilih untuk menghabiskan sore terakhir kami di Bristol untuk mengunjungi Clifton Suspension Bridge yang merupakan salah satu simbol kota Bristol.
Tebing-tebing di sekitar jembatan ini terlihat seperti tebing-tebing di Ngarai Sianok. Tiba-tiba saya merasa kangen Itiak Lado Mudo. Tapi ya mana ada yang jual dia Inggris kan ya? Hehehe
Tidak jauh dari Clifton Suspension Bridge kira-kira jalan 5 menit agak menanjak dari arah jembatan, ada observatory dengan nama yang mirip, Clifton Observatory. Kami menikmati jalan-jalan menanjak menuju observatory ini dan kalau dirasa-rasain mirip kayak jalan-jalan di Kaliurang gitu. Seger dengan angin sepoy-sepoy.

Mungkin benar ya katanya kalau makin jauh kita pergi, kadang malah terasa makin dekat kita dengan negara kita sendiri. Mungkin kayak gitu. Jalan-jalannya di Bristol tapi malah teringat Sumatera Barat dan Yogyakarta.
Selain berfungsi sebagai observatory, ada café juga di bangunan ini. Tapi kami saat itu sudah terlanjur tertarik untuk makan makanan Thailand malam harinya, jadi ya tidak mampir dan jajan di situ.
Tidak jauh dari jembatan dan observatory Clifton, terdapat taman yang sedang cantik-cantiknya dihiasi daun-daun musim gugur. Kami menyempatkan diri untuk santai-santai di sana, pacaran lagi. Hahaha..
Kunjungan tersebut mengakhiri sesi jalan-jalan kami di Bristol. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan ke kota Leicester, ke tujuan utama Pak Jay yaitu untuk mengikuti konferensi dan mementaskan karyanya di Aural Diversity Conference di University of Leicester.
Meskipun cuma singkat, tapi jalan-jalan di Bristol dan Bath kali ini sudah cukup menyenangkan dan memuaskan.

Terima kasih kepada Adhie, Pingkan, dan Amira yang sudah memperbolehkan kami menginap dan merusuhi mesin cucinya di Bristol. Kapan-kapan gantian ke Minnesota ya. Amin! 😀
Tipe-tipe kota yang aku suka. Cantik tapi gak terlalu ramai 🙂
LikeLiked by 1 person
Iya! Setuju. Yang bagusnya juga tidak terlalu padat turis, jadi menyenangkan buat jalan-jalan santai. 😀
LikeLiked by 1 person